Senin, 29 Desember 2014

Hukum Talak di Luar Persidangan



Hukum Talak di Luar Persidangan

A. Pendahuluan.

Bagaimanakah hukumnya jika suami mentalak isteri di luar persidangan Pengadilan Agama? Pertanyaan tersebut sering penulis dapatkan, terutama dari kalangan kaum hawa. Satu sisi nash al-Qur’an menyatakan bahwa talak jatuh apabila diucapkan oleh suami baik secara jelas maupun kiasan. Di sisi lain, Pengadilan Agama hanya menjatuhkan talak satu kepada isteri walaupun pada kenyataanya suami sudah mengucapkan talak berkali-kali.

B. Dalil.

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229) Adapun dalil dari hadist, salah satunya adalah Hadist Ibnu Umar menurut sebahagian riwayat, ia berkata :

Maka saya bertanya :

Wahai Rasulullah, kalau saya telah mentalaknya dengan talak tiga, bolehkah saya rujuk

kepadanya ? Rasulullah menjawab: “Tidak. Ia sudah ba’in dan kalau rujuk menjadi maksiat”.

1. Adapun dalil dari Sunnah Nabi lainnya: Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Rukanah, bahwa ia “mentalak tiga” istrinya dalam satu majelis, kemudian ia sangat menyesal dan gundah sekali, maka Nabi bertanya kepadanya: “Bagaimana engkau mentalaknya?” Ia menjawab : Saya talak dalam satu majelis. Nabi berkata kepadanya : Artinya : “Itu hanya jatuh satu, maka ruju’lah kepadanya”.


C. Pendapat.

Di zaman Nabi saw dan Abu Bakar ra, talak yang dijatuhkan tiga dalam satu waktu dihukum hanya jatuh sekali saja.

1. Sayyidina Umar Ibnu Khattab ra menjadi Khalifah, beliau telah menghukumkan jatuh ketiga-tiga talak sekaligus. Keputusan ini dibuat oleh Sayyidina Umar kerana di zamannya ketika itu masyarakat amat mempermudahkan lafaz talak yang dibuat.

2. Satu golongan ulama berpendapat bahwa dalam hal talak tiga yang dijatuhkan dalam satu waktu, yang jatuh hanya satu talak sebagai talak raj’iy. Diantara yang berpendapat demikian adalah Ulama Zaidiyah dari Golongan Syiah, Ibnu Taimiyah dan muridnya dari
golongan Hanabilah.

3. Ada pula yang berpendapat logika, yang sama prinsipnya dengan orang-orang yang berpendapat bahwa talak tiga kekaligus dalam itu sama sekali tidak jatuh, baik satu ataupun lebih mengambil dalil dari logika, bahwa mengumpulkan tiga talak adalah bid’ah yang diharamkan. Bid’ah itu ditolak dengan nash, maka wajiblah kembali kepada yang disyari’atkan.


D. Analisa.

Pernikahan adalah sebuah ikatan kuat (mitsaqon gholidon) yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah dan semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt.Islam melarang pembubaran ikatan pernikahan tanpa

alasan. Sehingga ulama fiqh zaman klasik mengungkapkan bahwa salah satu hikmah pemberian hak talak kepada suami adalah untuk menekan angka perceraian. Karena

dalam aturan pernikahan Islam, bagi suami yang mentalak isteri dibebankan kewajiban berupa; nafkah iddah, mut’ah,dan maskan. Oleh karena itu, suami yang akan mentalak

isterinya betul-betul akan mempertimbangkan secara matang. Sedangkan isteri tidak dibebani kewajiban yang demikian, maka akan lebih cepat mengambil kesimpulan

untuk bercerai, walaupun dengan alasan yang lemah.Aturan perkawinan yang berlaku di Indonesia mengatur bahwa setiap percerai baik cerai talak (diajukan oleh pihak suami) maupun cerai gugat (diajukan oleh pihak isteri) harus dilakukan di pengadilan. Hal ini diatur dalam: Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

tentang Perkawinan:

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak“.

1. Pasal 65 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

2. Pasal 115 Inpres. Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak

3. Pembatasan mekanisme penggunaan hak talak suami dengan jalan mesti dilakukan di hadapan Hakim Pengadilan Agama tidak ditemukan pada masa Rasulullah Saw dan

sahabat. Sehingga persoalan ini menjadi kajian hangat dalam diskusi berbagai forum kajian hukum Islam, seperti dalam sidang ijtima’ Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 1 Juli 2012 di Tasikmalaya yang melahirkan rumusan sebagai berikut:

Talak di luar pengadilan hukumnya sah dengan syarat ada alasan syar’i yang kebenarannya dapat dibuktikan di pengadilan.

1.  Iddah talak dihitung semenjak suami menjatuhkan talak.

2. Untuk kepentingan kemaslahatan dan menjamin kepastian hukum, talak di luar pengadilan harus dilaporkan (ikhbar) kepada pengadilan agama.

3. Sedangkan, Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Fatwa Tarjihnya pada hari Jum’at, tanggal 8 Jumadil Ula 1428 H /25 Mei 2007 M memutuskan bahwa:

Perceraian harus dilakukan melalui proses pemeriksaan pengadilan: cerai talak dilakukan dengan cara suami mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan,dan cerai gugat diputuskan oleh hakim;

1. Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan dinyatakan tidak sah.

2. Pembatasan pelaksanaan perceraian, dengan jalan harus dilakukan di pengadilan ditetapkan bukan tanpa alasan.Tetapi dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak gejala
perubahan sosial yang cenderung sudah sangat mudahmemutuskan tali ikatan pernikahan yang suci (mishaqanghaliz}a). Apalagi belakangan ini percerai sudah menjadi trend pada kalangan tertentu yang dianggap sebagai public figure. Sehingga perceraian tidak lagi dianggap ‘aib, tetapi sudah dijadikan hiburan Konsep awal pernikahan dalam Islam, memang tidak menjelaskan bahwa perceraian harus dilangsungkan di pengadilan, tetapi hukum Islam tidak membenarkan apabila perceraian itu dilakukan secara gampang. Apalagi sampai berdampak negatif terhadap pihak-pihak yang harus dilindungi berkaitan dengan ikatan pernikahan tersebut, seperti hak anak. Pada masa Rasulullah Saw, sahabat, dan

salafu as-shalih dipandang bahwa pemberian hak talak kepada suami dapat menekan terjadinya angka perceraian di tengah masyarakat. Karena sebagai pihak yang akan
menerima berbagai resiko penjatuhan talak, tentu akan berhati-hati mempergunakan hak yang diberikan kepadanya, sehingga eksistensi talak tidak akan begitu mudah mengganggu stabilitas keluarga.

E. Kesimpulan.

Bahwa dalam hadis Nabi saw, talak yang dijatuhkan sebanyak 3 kali sekaligus hukumnya adalah jatuh talak 1.

1. Pada masa Rasulullah saw hingga para sahabat dan para ulama besar sebelum ulama kontemporer tidak dikenal perceraian di Pengadilan.

2. Pernikahan adalah ikatan yang kuat, sehingga suami dibebani kewajiban seperti nafkah iddah, tempat tinggal selama iddah, dan nafkah madiyah (nafkah yang tidak diberikan pada masa lalu) untuk membatasi laki-laki agar tidak mudah mentalak isterinya.

3. Bahwa mentalak isteri harus didasarkan pada alasan Syar’i (yang diterima agama) yang dalam konteks ke Indonesiaan harus dapat dibuktikan di hadapan persidangan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar