Senin, 29 Desember 2014

Layanan Konsultasi & Informasi Tentang Perceraian

Secara prinsip blog ini untuk memberikan pelayanan konsultasi tentang perceraian. Konsultasi perceraian mencakupi hal-hal tentang:
  1. Informasi tentang seluk-beluk perceraian (proses perceraian dan akibat hukum perceraian);
  2. Konsultasi masalah perkawinannya (masalah hak/kewajiban suami-istri, nafkah lahir-batin dan KDRT);
  3. Bagaimana cara mengajukan gugatan cerai di pengadilan;
  4. Syarat-syarat apa saja yg diperlukan utk mengajukan gugatan cerai;
  5. Strategi mengajukan gugatan cerai;
  6. Strategi menghadapi gugatan cerai;
  7. Dan, segala macam bentuk masalah perceraian.
Bagi anda yg mengalami permasalahan-permasalahan di atas, anda dapat menghubungi kami di:
  • email: maemunah964@gmail.com
  • telp: 081383355989 (WA)
  • (konsultasi gratis, hanya melalui blog atau email)
Sesuai dengan maksud dan tujuan blog ini, ialah memberikan pelayanan konsultasi tentang perceraian, maka untuk konsultasi perceraian dikenakan biaya;

 Hal-hal yg perlu diketahui dalam konsultasi perceraian:

  • Jadwal konsultasi:
           Sabtu - Minggu atau diluar jam kantor = perjanjian terlebih dahulu
  • Usahakan adakan perjanjian dahulu untuk jadwal konsultasi
  • Perjanjian dapat melalui email (maemunah964@gmail.com) atau sms (085998078151)

Hak Asuh Anak (Hadlonah)



Prinsip hadhonah secara konkrit adalah memberi perlindungan anak yang merupakan kepentingan sianak yang diutamakan, beserta hak anak yang melekat padanya. Anak lebih membutuhkan kasih sayang yang spesifik. Oleh karena anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sebagai generasi penerus, sehingga harus diberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang demi masa depannya sesuai dengan usia dan bakatnya. Disisi lain masalah anak yang membutuhkan perlindungan khusus bersifat multi aspek, baik medis, psikologis, sosial maupun hukum. Untuk itu persoalan hadhonah dan perlindungan bagi anak perlu penanganan yang bersifat komprehensif-integratif dari kedua orang tuanya ataupun orang-orang terdekat sianak, sebagai dukungan untuk perkembangan secara berkelanjutan.

Sesuai dengan ketentuan pasal 45 UU nomor 1 tahun 1974, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya kewajiban orang tua tersebut sampai anak itu menikah atau berdiri sendiri (mandiri), kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Dalam soal hadhonah atau penguasaan anak diharapkan keterpaduan kerjasama antara ayah dan ibu dalam melakukan tugas ini, jalinan kerjasama antara keduanya dengan memberikan kasih sayang maupun perhatian, sangat diutamakan. Tugas hadhonah sesuai dengan karakteristik, tabiat dan bakatnya akan lebih banyak dilakukan oleh ibu, namun peran seorang ayah tidak bisa diabaikan, baik dalam memenuhi segala kebutuhan yang memperlancar tugas hadhonah serta dalam menciptakan suasana dalam pasca perceraian dimana anak tersebut diasuh dan dibesarkan;
Pada umumnya orang tua berharap kelak seorang anak akan mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya yang belum tercapai, sedangkan disisi lain anak juga akan menjadi pewaris harta kekayaan melalui rezeki dan nafkah yang diperoleh kedua orang tuanya. Anak merupakan insan pribadi (persoon) yang memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya, dimana selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan orang tua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya di masa mendatang. Oleh karenanya faktor pemeliharaan (Hadhonah) sangat di butuhkan berkenaan dengan pembentukan kepribadian anak tadi, tentunya penguasaan pemeliharaan kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku, etika dan kecerdasan sudah barang tentu pasca perceraian orang tuanya membutuhkan perlindungan komprehensif namun terfokus demi kepentingan sianak baik lahir maupun batin;

Hukum Talak di Luar Persidangan



Hukum Talak di Luar Persidangan

A. Pendahuluan.

Bagaimanakah hukumnya jika suami mentalak isteri di luar persidangan Pengadilan Agama? Pertanyaan tersebut sering penulis dapatkan, terutama dari kalangan kaum hawa. Satu sisi nash al-Qur’an menyatakan bahwa talak jatuh apabila diucapkan oleh suami baik secara jelas maupun kiasan. Di sisi lain, Pengadilan Agama hanya menjatuhkan talak satu kepada isteri walaupun pada kenyataanya suami sudah mengucapkan talak berkali-kali.

B. Dalil.

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229) Adapun dalil dari hadist, salah satunya adalah Hadist Ibnu Umar menurut sebahagian riwayat, ia berkata :

Maka saya bertanya :

Wahai Rasulullah, kalau saya telah mentalaknya dengan talak tiga, bolehkah saya rujuk

kepadanya ? Rasulullah menjawab: “Tidak. Ia sudah ba’in dan kalau rujuk menjadi maksiat”.

1. Adapun dalil dari Sunnah Nabi lainnya: Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Rukanah, bahwa ia “mentalak tiga” istrinya dalam satu majelis, kemudian ia sangat menyesal dan gundah sekali, maka Nabi bertanya kepadanya: “Bagaimana engkau mentalaknya?” Ia menjawab : Saya talak dalam satu majelis. Nabi berkata kepadanya : Artinya : “Itu hanya jatuh satu, maka ruju’lah kepadanya”.


C. Pendapat.

Di zaman Nabi saw dan Abu Bakar ra, talak yang dijatuhkan tiga dalam satu waktu dihukum hanya jatuh sekali saja.

1. Sayyidina Umar Ibnu Khattab ra menjadi Khalifah, beliau telah menghukumkan jatuh ketiga-tiga talak sekaligus. Keputusan ini dibuat oleh Sayyidina Umar kerana di zamannya ketika itu masyarakat amat mempermudahkan lafaz talak yang dibuat.

2. Satu golongan ulama berpendapat bahwa dalam hal talak tiga yang dijatuhkan dalam satu waktu, yang jatuh hanya satu talak sebagai talak raj’iy. Diantara yang berpendapat demikian adalah Ulama Zaidiyah dari Golongan Syiah, Ibnu Taimiyah dan muridnya dari
golongan Hanabilah.

3. Ada pula yang berpendapat logika, yang sama prinsipnya dengan orang-orang yang berpendapat bahwa talak tiga kekaligus dalam itu sama sekali tidak jatuh, baik satu ataupun lebih mengambil dalil dari logika, bahwa mengumpulkan tiga talak adalah bid’ah yang diharamkan. Bid’ah itu ditolak dengan nash, maka wajiblah kembali kepada yang disyari’atkan.


D. Analisa.

Pernikahan adalah sebuah ikatan kuat (mitsaqon gholidon) yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah dan semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt.Islam melarang pembubaran ikatan pernikahan tanpa

alasan. Sehingga ulama fiqh zaman klasik mengungkapkan bahwa salah satu hikmah pemberian hak talak kepada suami adalah untuk menekan angka perceraian. Karena

dalam aturan pernikahan Islam, bagi suami yang mentalak isteri dibebankan kewajiban berupa; nafkah iddah, mut’ah,dan maskan. Oleh karena itu, suami yang akan mentalak

isterinya betul-betul akan mempertimbangkan secara matang. Sedangkan isteri tidak dibebani kewajiban yang demikian, maka akan lebih cepat mengambil kesimpulan

untuk bercerai, walaupun dengan alasan yang lemah.Aturan perkawinan yang berlaku di Indonesia mengatur bahwa setiap percerai baik cerai talak (diajukan oleh pihak suami) maupun cerai gugat (diajukan oleh pihak isteri) harus dilakukan di pengadilan. Hal ini diatur dalam: Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

tentang Perkawinan:

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak“.

1. Pasal 65 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

2. Pasal 115 Inpres. Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak

3. Pembatasan mekanisme penggunaan hak talak suami dengan jalan mesti dilakukan di hadapan Hakim Pengadilan Agama tidak ditemukan pada masa Rasulullah Saw dan

sahabat. Sehingga persoalan ini menjadi kajian hangat dalam diskusi berbagai forum kajian hukum Islam, seperti dalam sidang ijtima’ Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 1 Juli 2012 di Tasikmalaya yang melahirkan rumusan sebagai berikut:

Talak di luar pengadilan hukumnya sah dengan syarat ada alasan syar’i yang kebenarannya dapat dibuktikan di pengadilan.

1.  Iddah talak dihitung semenjak suami menjatuhkan talak.

2. Untuk kepentingan kemaslahatan dan menjamin kepastian hukum, talak di luar pengadilan harus dilaporkan (ikhbar) kepada pengadilan agama.

3. Sedangkan, Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Fatwa Tarjihnya pada hari Jum’at, tanggal 8 Jumadil Ula 1428 H /25 Mei 2007 M memutuskan bahwa:

Perceraian harus dilakukan melalui proses pemeriksaan pengadilan: cerai talak dilakukan dengan cara suami mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan,dan cerai gugat diputuskan oleh hakim;

1. Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan dinyatakan tidak sah.

2. Pembatasan pelaksanaan perceraian, dengan jalan harus dilakukan di pengadilan ditetapkan bukan tanpa alasan.Tetapi dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak gejala
perubahan sosial yang cenderung sudah sangat mudahmemutuskan tali ikatan pernikahan yang suci (mishaqanghaliz}a). Apalagi belakangan ini percerai sudah menjadi trend pada kalangan tertentu yang dianggap sebagai public figure. Sehingga perceraian tidak lagi dianggap ‘aib, tetapi sudah dijadikan hiburan Konsep awal pernikahan dalam Islam, memang tidak menjelaskan bahwa perceraian harus dilangsungkan di pengadilan, tetapi hukum Islam tidak membenarkan apabila perceraian itu dilakukan secara gampang. Apalagi sampai berdampak negatif terhadap pihak-pihak yang harus dilindungi berkaitan dengan ikatan pernikahan tersebut, seperti hak anak. Pada masa Rasulullah Saw, sahabat, dan

salafu as-shalih dipandang bahwa pemberian hak talak kepada suami dapat menekan terjadinya angka perceraian di tengah masyarakat. Karena sebagai pihak yang akan
menerima berbagai resiko penjatuhan talak, tentu akan berhati-hati mempergunakan hak yang diberikan kepadanya, sehingga eksistensi talak tidak akan begitu mudah mengganggu stabilitas keluarga.

E. Kesimpulan.

Bahwa dalam hadis Nabi saw, talak yang dijatuhkan sebanyak 3 kali sekaligus hukumnya adalah jatuh talak 1.

1. Pada masa Rasulullah saw hingga para sahabat dan para ulama besar sebelum ulama kontemporer tidak dikenal perceraian di Pengadilan.

2. Pernikahan adalah ikatan yang kuat, sehingga suami dibebani kewajiban seperti nafkah iddah, tempat tinggal selama iddah, dan nafkah madiyah (nafkah yang tidak diberikan pada masa lalu) untuk membatasi laki-laki agar tidak mudah mentalak isterinya.

3. Bahwa mentalak isteri harus didasarkan pada alasan Syar’i (yang diterima agama) yang dalam konteks ke Indonesiaan harus dapat dibuktikan di hadapan persidangan